Minggu, 30 November 2014

Pengertian seni sebagai ritual. Tarian Tiban dan Cowongan

Secara umum istilah seni pertunjukan diambil dari bahasa Inggris Performance Art.


     Definisi Seni Jika ditinjau dari berbagai sudut pandang, seni memiliki banyak makna, salah satu nya yaitu “Seni merupakan pengekspresian cita rasa yang diluapkan dalam satu karya yang dapat dikatakan unik”. Dalam buku filsafat seni yang ditulis oleh Jakob Soemardjo tahun 2000 menyimpulkan bahwa seni sebagai objek atau benda yang memiliki enam pandangan tentang apa yang seharusnya diwujudkan dalam benda seni. Pertama, seni itu representasi sikap ilmiah atas kenyataan alam dan kenyataan social. Kedua, seni adalah representasi karakteristik general dari alam dan emosi manusia umumnya. Ketiga, seni adalah representasi karakteristik general dalam alam dan manusia yang dilihat secara objektif oleh senimannya. Keempat, seni adalah representasi bentuk ideal yang melekat pada alam kenyataan dan alam pikiran seniman. Kelima, seni adalah representasi bentuk ideal yang transcendental. Keenam, seni adalah representasi dunia seni itu sendiri (seni demi seni).
       Ritual adalah teknik (cara, metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci (sanctify the custom). Ritual menciptakan dan memelihara mitos, juga adat sosial dan agama. Ritual bisa pribadi atau berkelompok. Wujudnya bisa berupa doa, tarian, drama, kata-kata seperti "amin" dan sebagainya. Ritualitas sendiri secara etimologis berarti perayaan yang berhubungan dengan kepercayaan tertentu dalam suatu masyarakat. Secara terminologis ritualitas merupakan ikatan kepercayaan yang antar orang yang diwujudkan dalam bentuk nilai bahkan dalam bentuk tatanansosial.

  Contoh seni sebagai ritual dalam tarian yaitu :

TARI MEMINTA HUJAN. Ketika musim penghujan tak kunjung turun dan tanah-tanah persawahan mulai mongering, warga desa mengadakan satu ritual yang dipercaya bisa menurunkan hujan.

 a.      Tarian Tiban
Tari Tiban merupakan tari rakyat yang sudah mengakar dan berkembang di masyarakat Tulungagung pada umumnya.Tarian ini dipergelarkan pada saat musim kemarau panjang, karena pada dasarnya tarian ini merupakan sarana untuk minta hujan. Pada saat yang telah ditentukan, mereka berkumpul disuatu tempat, mereka dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing dipimpin oleh 1 orang yang bertindak sebagai wasit permainan yang disebut landang/plandang. Dengan iringan musik tradisi yang terdiri dari kendang 1 buah, kentongan 1 buah dan gambang laras slendro 1 buah, satu persatu memasuki arena, mereka mulai mengadu keterampilan bahkan kesaktian. Sambil menari-nari dengan gaya khasnya, dalam waktu yang ditentukan penari silang menyambuk dengan hitungan yang sama. Adapun cambuk yang digunakan terbuat dari Lidi pohon enau/aren yang lazim disebut ujung.
Permainan terus berlanjut sampai sore hari, bagi yang merasa kalah akan digantikan oleh anggota kelompok berikutnya, tetesan darah jatuh ke tanah dikala lecutan lidi enau mengenai tubuh lawan.Tidak ada musuh sesudah acara permaianan selesai yang ada adalah kawan bukanlah lawan.Tarian tiban adalah sebuah permintaan permohonan kepada yang maha kuasa berharap untuk diturunkanya hujan.Ada makna dalam dibalik ritual tarian tiban yaitu sebuah harapan sebuah pesan yang luhur demi lestarinya alam. Bukanlah kekerasan yang ditonjolkan melainkan nilai-nilai luhur atau sebuah pesan untuk menjaga keseimbangan alam.

b.      Cowongan
Cowongan adalah salah satu jenis ritual atau upacara minta hujan yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Banyumas dan sekitarnya. Menurut kepercayaan masyarakat Banyumas, permintaan datangnya hujan melalui cowongan, dilakukan dengan bantuan bidadari, Dewi Sri yang merupakan dewi padi, lambang kemakmuran dan kesejahteraan. Melalui doa-doa yang dilakukan penuh keyakinan, Dewi Sri akan datang melalui lengkung bianglala (pelangi) menuju ke bumi untuk menurunkan hujan. Datangnya hujan berarti datangnya rahmat Illahi yang menjadi sumber hidup bagi seluruh makhluk bumi, termasuk manusia.
Cowongan dilaksanakan hanya pada saat terjadi kemarau panjang. Biasanya ritual ini dilaksanakan mulai pada akhir Mangsa Kapat (hitungan masa dalam kalender Jawa) atau sekitar bulan September. Pelaksanaannya pada tiap malam Jumat, dimulai pada malam Jumat Kliwon. Dalam tradisi masyarakat Banyumas, cowongan dilakukan dalam hitungan ganjil misalnya satu kali, tiga kali, lima kali atau tujuh kali. Apabila sekali dilaksanakan cowongan belum turun hujan maka dilaksanakan tiga kali. Jika dilaksanakan tiga kali belum turun hujan maka dilaksanakan sebanyak lima kali. Demikian seterusnya hingga turun hujan. Cowongan hingga saat ini masih dapat dijumpai di Desa Plana, Kecamatan Somagede.
Pelaksanaan cowongan terdapat 2 hal penting yaitu aktivitas seni dan bentuk ritual tradisional yang menjadi sarana komunikasi antara manusia dengan alam yang bertujuan untuk mendatangkan hujan. Disebut sebagai aktivitas seni karena didalamnya terdapat syair-syair yang tidak lain adalah doa-doa yang dilakukan dalam bentuk tembang, irus atau siwur yang menjadi properti upacara yang dihias menyerupai seorang putri. Doa-doa tersebut ditujukan kepada sang penguasa alam agar hujan segera turun. Disebut sebagai ritual tradisional karena di dalamnya terdapat sesaji-sesaji, properti-properti, rialat dan doa-doa yang kesemuanya ditujukan sebagai suatu permohonan kepada penguasa seluruh alam agar segera menurunkan hujan. Motivasi mereka untuk melakukan upacara tersebut karena manusia (masyarakat) menghormati adanya makhluk-makhluk halus yang telah membantu, memberi keselamatan dan kepuasan keagamaan.

Daftar Pustaka
Koentjaraningrat.Pengantar Antropologi.1992:Jakarta
Fedyani Syarifudin,Ahmad.Antropologi Kontemporer.2005:Jakarta
Sumardjo,Jakob.Filsafat Seni.2000:Bandung  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar